Cicit Pendiri NU Yakin Polri Jamin Keselamatan Para Pemimpin G20

 



Pengasuh Pondok Pesantren Salafiah Seblak Jombang, Jawa Timur, KH Halim Mahfudz MA, meyakini Polri mampu menjamin keselamatan fisik para pemimpin yang hadir pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15-16 November 2022 nanti. 


Menurut Gus Iim, panggilan akrab KH Halim Mahfudz, Polri sudah pasti memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak dalam mempersiapkan dan mengawal kegiatan internasional.


“G20 itu kegiatan internasional. Para pemimpin dunia akan hadir di situ dan mereka membutuhkan pengamanan kelas atas. Polri pasti siap menjamin pengamanan fisik bagi para pemimpin dunia tersebut. Salah satunya dapat dilihat dari diadakan Operasi Puri Agung 2022 itu,” kata Gus Ii ini pada, Jumat 4 November 2022.


Cicit Pendiri NU  mengingatkan, aparat kepolisian juga harus memperhatikan keamanan nonfisik di ruang digital. Menurutnya, potensi munculnya desas-desus, fitnah, hate spech, dan kabar hoaks pasti ada. Jika tidak ditangani dengan baik, maka berpotensi memunculkan konflik.


“Sebagai aparat keamanan, harus memberikan kenyamanan kepada kepala negara yang hadir. Secara fisik saya yakin polisi punya pengalaman dan pengetahuan yang banyak karena sudah sering mengamankan acara internasional. Ilmunya ada. Tapi kalau kemanan nonfisik itu yang harus jadi perhatian. Misalnya tidak ada lagi berita yang hoaks. Sebab tidak menutup kemungkinan ada orang yang tidak ingin acara G20 itu sukses,” kata alumni Cornell Univesity AS ini.


“Oleh karena itu, dengan Operasi Puri Agung 2022, itu kesempatan baik untuk polisi. Tapi itu kan teknis pengamanan fisik saja. Nah bagaimaan polisi juga harus memberikan pengamaman fisik dan non fisik,” kata Gus Iim.


Untuk mengatasi masalah nonfisik itu, Gus Iim menyarankan polisi menggunakan strategi komunikasi atau pendekatan pentahelix (lima pilar). Pendekatan itu membuat lima pihak yaitu pemerintah, masyarakat sipil, badan usaha, akademisi, dan media massa saling berbagi perspektif untuk mendapatkan pandangan yang komprehensif dan utuh. 


Gus Iim mencontohkan sebuah kasus di Jombang yang memanfaatkan pendekatan pentahelix. Dalam memperkuat gagasan toleransi dan menekan radikalisme, pihak Gus Iim bekerja sama dengan pemerintah (diwakili BNPT) untuk menekan radikalisme. Dari sisi masyarakat sipil, pihaknya bekerja sama dengan 10 pesantren terbesar dan tertua di Jawa Timur. 


“Ketiga dunia usaha. Dia harus dilibatkan untuk membentengi negara ini, karena kadang mereka melihat itu dari perspektif berbeda. Keempat itu akademisi. Akademisi tentu punya tinjauan berdasarkan keahlian masing-masing dari perspektif akademik. Kelima itu media masaa. Media masssa itu pasti punya informasi, kadang juga punya informasi yang berrbeda denga yang lain,” kata Gus Iim.


Menurut Gus Iim, kelima pihak itu mememiliki perspektif yang harus diperhatikan. Dengan begitu, gambaran lengkap dan utuh akan didapatkan. 


“Oleh karena itu, saya harap polsii membuka komunikasi dengan strategi pentahelix. Pendekatan itu juga sudah diakui oleh seluruh dunia. Apalagi tidak ada satu pun negara yang bisa menyelesaikan masalah sendirian. Harus ada kerja sama. Saya juga melihat di berita-berita, Polri masih kerja sama dengan lembaga pemerintah. Jadi saya tegaskan di luar pemerintah seperti kampus, dunia usaha, dia punya perpektif dan informasi sendiri. Mereka punya pandangan berbeda. oleh karena itu, itu harus dilakukan. Saya harap polisi menggunkana pendekatan pentahelix itu,” pungkasnya